Berbagi Informasi Viral dan Heboh di Jagad Maya

Selasa, 31 Oktober 2017

Demi Mitos, Banyak Perempuan di Desa ini Jepit Payudaranya Pakai Kayu Panggangan Ikan

loading...
loading...

Mentari sore bersinar terang di kampung nelayan Desa Sukadarma, Kecamatan Jejawi, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) awal pekan kemarin. Di sebuah rumah panggung, sejumlah ibu rumah tangga di kawasan itu tengah asyik bercengkrama.

Aktivitas itu dilakukan sembari mengasuh buah hati mereka yang rata-rata masih berusia balita. Sebagian anak masih digendong, sementara yang lainnya berlarian di dalam rumah. Ruaidah (22), sambil menggendong putra pertamanya, Fadillah (2,2), turut larut dalam obrolan.

Sekali pun nampak ceria, Fadillah baru memiliki berat badan 8,5 kilogram. Padahal idealnya anak pada usia itu harus memiliki berat hingga 11 kilogram.Jadi pertumbuhan si buah hati minus 2,5 kg. Dari data yang diperoleh dari Puskesmas dan bidan Desa Sukadarma, terdapat sebelas anak yang mengalami gizi buruk dan pertumbuhan tidak maksimal.

Ini baru satu desa itu saja.

Data dari Dinas Kesehatan Sumsel, OKI merupakan wilayah tertinggi penderita stunting (anak pendek dan kurang gizi). Ada delapan kecamatan penyumbang terbanyak anak stunting yakni Teluk Gelam, Lempuing, Mesuji Raya, Mesuji, Mesuji Makmur, Jejawi, Cengal, dan Sungai Menang.

Kepada Tribun, Ruaidah juga mengaku bingung. Tidak ada masalah selama masa kehamilan, ia juga sangat memerhatikan kondisi kesehatannya. Tetapi kenyataannya, pertumbuhan si buah hati tetap tidak maksimal.

“Ya, normal saja saat kehamilan, makan tiga kali sehari, juga terkadang minum susu. Saat lahir pun normal beratnya 2,3 kilogram dan panjang 47 sentimeter,” katanya.

Setelah Fadilah lahir, Ruaidah langsung memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif sampai usia enam bulan kepada buah hatinya. Memasuki semester kedua, ibu rumah tangga ini juga memberikan beberapa makanan tambahan.

Sekalipun demikian, ia tetap memberikan ASI hingga anaknya berusia genap dua tahun. Penambahan berat badan putranya dirasakannya sangat lambat. Bahkan pada usia 1,5 hingga 2,1 tahun hanya bertahan pada angka tujuh kilogram. Berat badan Fadillah baru meningkat menjadi 8,5 kilogram saat berusia 2,2 tahun.

“ Lama beratnya cuma tujuh kilo, mungkin turunan kurus, padahal ibu, ayah dan kakek dan neneknya gemuk semua, “ kilahnya sembari tersenyum.

Setelah berbincang lima menit, Ruaidah akhirnya mengakui, sewaktu kelahiran putranya sempat menjalankan pantangan tidak makan ikan berpatil dan makanan digoreng selama 40 hari.

Jadi dia hanya mengkonsumsi makanan yang dibakar atau direbus. Mitos ini dipercaya oleh mayoritas warga. Jika aturan itu dilanggar maka dipercaya berakibat pada kualitas air susu ibu yang berbau amis.

“Kepercayaan itu ada turun temurun, hampir semua orang di sini percaya, jadi selama 40 hari hanya makanan direbus dan dibakar, paling sering nasi, telur rebus plus kecap,” katanya.
Ruaidah sesekali membakar ikan yang tidak berpantak/patil hasil tangkapan nelayan sekitar, misalnya ikan gabus.

“Memang seperti itu kebiasaan di sini, kalau dilanggar ASI bisa amis, dan akibatnya anak akan sering gumoh atau muntah,” sahut ibu lain yang duduk di tangga rumah.

Ibu berhijab itu mengaku pernah melanggar kepercayaan itu usai melahirkan anak ketiganya. Akibatnya si anak tidak mau minum asi sehingga terpaksa pakai susu formula. Adanya kepercayaan warga itu dibenarkan oleh bidan yang bertugas di Sukadarma. Padahal ikan sangat dibutuhkan oleh ibu hamil dan menyusui sebagai tambahan protein.

“Memang di sini ibu-ibu habis melahirkan 40 hari dicekoki nasi, telur dan kecap,” kata bidan itu.

Puting Payudara Belah

Data dari Dinas Kesehatan Sumsel, OKI merupakan wilayah tertinggi penderita stunting (anak pendek dan kurang gizi).

Ada delapan kecamatan penyumbang terbanyak anak stunting yakni Teluk Gelam, Lempuing, Mesuji Raya, Mesuji, Mesuji Makmur, Jejawi, Cengal, dan Sungai Menang. Bidan Desa Air Itam, Sholeha mengakui kuatnya sejumlah mitos di masyarakat berpengaruh kondisi anak balita.

Sejumlah mitos itu di antaranya, puting susu terbelah, tidak boleh makan ikan, dan tidak boleh makan nasi pada malam hari sulit dihilangkan masyarakat. Upaya pembinaan secara bertahap terus dilakukan dengan mengumpulkan para calon orang tua untuk diberikan pemahaman mengenai merawat janin dan balita.

Namun beberapa dari mereka sulit untuk menerima ilmu medis yang kerap bertentangan dengan mitos itu. Bahkan sebagian orang lagi, tidak mau mendengarkan dan berlalu pergi sekalipun proses pertemuan tengah berlangsung.

Sisanya telah mengerti untuk tidak menuruti mitos itu, namun saat berada di rumah, lingkungan terdekat tidak sepakat dengan pendapat itu.

“Pendampingan memang harusnya dilakukan menyeluruh, karena agak susah, ada calon ibu yang sudah paham dan ingin meninggalkan mitos, tapi suami dan mertua dirumah ngotot tetapi harus menjalankan mitos itu,hingga akhirnya mitos kembali berlaku” jelasnya

Ia mengatakan, sekali pun puting payudara ibu memiliki belahan, baik belah dua ataupun belah empat, secara medis payudara itu tetap dapat menghasilkan air susu yang baik bagi anaknya. Puting yang demikian tidak akan berakibat pada kematian.

Berbeda halnya jika ada kesalahan dalam proses pemberian susu, misalnya menyusui sambil berbaring. Dalam sejumlah kasus, posisi yang salah akan membuat anak tersedak bahkan ada pula bayi tidak dapat bernafas karena terhimpit payudara ibu.

“Tentu secara keilmuan mitos itu tidak tepat, air susu ibu mana yang beracun bagi anaknya, apalagi menyebabkan kematian,” katanya.

Sholeha juga tidak habis pikir dengan perilaku masyarakat di desanya. Ada yang percaya, puting payudara terbelah bisa ditangkal dengan menjepitkan puting payudara dengan kayu panggangan ikan.
Wanita yang telah bertugas di Desa Air Itam sejak 1995 itu mengungkapkan, tidak banyak warga mencoba langkah itu.

Untuk menghindari musibah makan ibu pemilik puting payudara terbelah memilih menggunakan susu kotak. Setiap bulan ada 5- kelahiran anak di desa itu. Dari jumlah tersebut, 40 persen diantaranya tidak memberikan ASI eksklusif.

Mitos lain yang juga masih sangat dipercaya adalah tidak memperbolehkan ibu menyusui untuk makan nasi setelah pukul 18.00. Padahal tindakan itu bisa berakibat buruk, sang ibu akan kekurangan energi untuk memproduksi air susu yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan bayi.

“Ada juga mitos ibu menyusui tidak boleh makan bahan makanan yang tumbuh di dalam tanah, seperti umbi umbian, coba apa yang bisa dimakan, akhirnya air susu ibu tidak keluar, dan anak harus minum susu kotak,” tutupnya.

Tribun Sumsel menelusuri kondisi kesehatan ibu dan anak di OKI selama empat hari. Selain di Jejawi, mitos ini juga dipercaya oleh warga di Kecamatan Mesuji Makmur dan Lempuing. Tiba di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Lempuing, berjumpa dengan Nur Reva yang berusia 21 bulan.

Saat anak seusianya sibuk berlarian, ia hanya duduk dipangkuan ibunya, Siti Aminah. Bocah dengan berat sembilan kilogram ini belum bisa bicara dan berjalan. Tubuhnya juga pendek, hanya 66 sentimeter.

Padahal bocah ini saat lahir memiliki berat 3,3 kilogram dan panjang 49 sentimeter.
“Waktu hamil tidak masalah, tidak ada pantangan. Tetapi anak saya susah dikasih makan, apalagi sore. Jadi dicampur susu kotak,” ungkap Siti. Pernah diperiksa oleh dokter waktu Nur Reva berusia enam bulan. Dijelaskan bahwa ia mengidap sakit paru-paru.Tetapi keluarga saat ini belum melanjutkan tindakan medis untuk anak ini.
loading...

Demi Mitos, Banyak Perempuan di Desa ini Jepit Payudaranya Pakai Kayu Panggangan Ikan Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown